Jumat, 29 Desember 2017

PANDANGAN MASYARAKAT SASAK TERHADAP TRADISI NYONGKOLAN


Menurut bapak Yusuf masyarakat Sasak asli dari Jebak Beleq Dasan Agung, menyatakan bahwa nyongkolan adalah tradisi adat sasak yang hanya ada di pulau Lombok. Nyongkolan diselenggarakan oleh mempelai laki-laki, di mana sepasang pengantin diiring beramai-ramai dengan cara terhormat menuju rumah atau kediaman sang pengantin wanita, kemudian disambut oleh keluarga pengantin wanita dengan cara terhormat. Diiringi oleh kecimol untuk memeriahkan acara nyongkolan tersebut. Nyongkolan sangat berguna bagi masyarakat sasak, karena dapat mempererat tali silaturrahmi antara sesama dan dapat melestarikan tradisi adat sasak, guna mempertahankan tradisi nenek moyang. Bapak Amin mengharapkan kedepannya agar tradisi nyongkolan ini selalu diadakan dengan baik, dan  tidak disalah gunakan oleh remaja sekarang ini.
Menurut ibu Murni selaku masyarakat sasak, tinggal di Sembalun Tanjung Karang Mataram, menyatakan bahwa Nyongkolan adalah tradisi sasak. Nyongkolan dilaksanakan dengan cara mengantar pasangan pengantin didampingi oleh dedare – dedare dan tarune – tarune sasak, juga ditemani oleh para tokoh agama, tokoh masyarakat, atau pemuka adat beserta sanak saudara berjalan mengelilingi desa dengan mengenakan pakaian khas adat suku sasak. Tradisi nyongkolan ini digelar setelah prosesi akad nikah. Untuk memeriahkan acara nyongkolan, selalu ada tabuhan gendang beleq khas Lombok atau Kecimol, disertai dengan penari dengan pakaian khas tari Lombok. Ibu Murni mengharapkan supaya Nyongkolan ini selalu diadakan oleh masyarakat Sasak, agar tradisi nenek moyang tidak terhapus dan diambil oleh orang lain.
Lain halnya dengan Inak Maryam selaku warga Labu Api, pernah terjun langsung mengikuti nyongkolan, menjelaskan bahwa Nyongkolan merupakan tradisi adat Sasak yang ada di plau Lombok, yang diselenggarakan sebagai puncak dari rangkaian acara pernikahan masyarakat Lombok. Di mana mempelai peria beserta keluarga sekaligus masyarakat dari pihak pria mengunjungi keluarga dari mempelai wanita dengan secara terhormat dan diiringi dengan kesenian berupa musik teradisional Lombok seperti kecimol, gendang beleq, rudat, ciloka, atau kesenian lainnya yang mendukung prosesi acara agar terkesan meriah sebagai pengiring dari mempelai pria. Menurut inak Maryam nyongkolan itu bagus, karena itu merupakan adat sasak lombok, yang membuat orang berpikir negatif itu karena iring-iringan musik kecimol yang membuat rusuh. Dari segi positif nyongkolan dapat menyambung tali silaturrohim, baik antara kedua mempelai maupun masyarakat. Dari segi negtif membuat kemacetan di jalan raya, sering terjadi perkelahian, dapat menyebabkan para remaja yang ikut mabuk-mabukan, banyak orang yang meninggalkan sholat karena keseringan masyarakat mengadakan acara Nyongkolan sebelum sholat asar. Harapan Inak Maryam agar nyongkolan selalu dijaga dan dilaksanakan dengan cara baik-baik dan dapat menentukan waktu yang tepat untuk mengadakan Nyongkolan, supaya masyarakat yang bukan masyarakat sasak memiliki pandangan positif terhadap nyongkolan dan semua masyarakat sasak tidak gengsi lagi menggunakan tradisi Nyongkolan pada saat mengadakan acara pernikahan.


Rabu, 27 Desember 2017

KETEGASAN MASYARAKAT SASAK TERHADAP PIAGAM GUMI SASAK

KETEGASAN MASYARAKAT SASAK TERHADAP PIAGAM GUMI SASAK
Mataram, 14 Mulut tahun Jimawal/1437 H

26 Desember 2015

Tanggal 26 Desember 2015, di Aula Museum Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)  peristiwa sejarah kebudayaan Sasambo (Sasak, Samawa, Mbojo). Di mana para tokoh-tokoh terkemuka dari Sasak, Samawa, dan Mbojo hadir untuk merumuskan tentang konsep kebudayaan. Kebanyakan dari Daerah luar memandang kebudayaan Sasambo dengan sebelah mata. Padahal mereka tidak mengetahui kebenaran yang ada pada kebudayaan Sasak, Samawa, dan Mbojo maka dari itu keluarlah pernyataan sikap dari Sasak yaitu,( PIAGAM GUMI SASAK) oleh orang Sasak. Pada saat itu seorang tokoh Sasak mendaulat Dr. Muhammad Fajri, M.A. lalu dibacakanlah  Piagam Gumi Sasak sebagai berikut :
BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIM
Menjadi bangsa sasak adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT dan generasi mendatang. Menunaikan amanah Sasak itu sejatinya merupakan mata rantai sejarah kemanusiaan, melalui simbul-simbul yang diletakkan dalam pemikiran bangsa Sasak yang terhampar di Gumi Pear. Symbol-simbol itu merupakan tanda-tanda yang terbaca yang membawa kembali menuju jati dirinya yang sebenarnya.
Perjalanan sejarah bangsa Sasak yang diwarnai oleh hikmah yang tertuang dalam berbagai bencana yang menenggelamkan, mengaburkan, dan menistakan keluhuran budaya Sasak. Berbagai catatan penekanan, pendangkalan makna, pengaburan jatidiri, sampai pembohongan sejarah dengan berbagai kepentingan para penguasa yang masih berlangsung hingga saat ini, melalui pencitraan budaya dan sejarah bangsa yang ditulis dengan perspektif dan kepentingan kolonialisme dan imperialism modern. Hal itu telah membuat bangsa ini menjadi bangsa inferior yang tak mampu tegak diantara bangsa-bangsa lain dalam rangka menegakkan amanat kefitrahannya sebagai sebuah bangsa.
Sadar akan hal tersebut, kami anak-anak bangsa Sasak mengumumkan PIAGAM GUMI SASAK sebagai berikut:
Ø  Pertama : berjuang bersama menggali dan menegakkan jatidiri bangsa Sasak demi kedaulatan dan kehormatan budaya Sasak.
Ø  Kedua : berjuang bersama memelihara, menjaga dan mengembangkan khazanah intelektual bangsa Sasak agar terpelihara kemurnian kebenaran, kepatutan, dan keindahannya sesuai dengan roh budaya Sasak.
Ø  Ketiga : berjuang bersama menegakkan harkat dan martabat bangsa Sasak melalui karya-karya kebudayaan yang membawa bangsa Sasak menjadi bangsa yang maju dengan menjunjung tinggi nilai religiusitas dan tradisionalitas.
Ø  Keempat : berjuang bersama membangun citra sejati bangsa Sasak baru, dengan kejatidirian yang kuat untuk menghadapi tantangan peradaban masa depan.
Ø  Kelima : berjuang bersama dalam satu tatanan masyarakat adat yang egaliter, bersatu, dan berwibawah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan serta memberkahi perjalanan bangsa Sasak menuju kemaslahatan seluruh umat manusia.  


Senin, 25 Desember 2017

TRADISI GUNTING BULU MASYARAKAT KECAMATAN UTAN SUMBAWA NTB

TRADISI GUNTING BULU MASYARAKAT KECAMATAN UTAN SUMBAWA NTB
Jum’at, 29 Desember 2017

Gunting bulu merupakan salah satu tradisi dalam masyarakat Samawa yang masih dilakukan hingga saat ini. Acara ini umumnya digabung dalam satu kesempatan bersamaan dengan aqiqah dan pemberian nama, saat usia bayi berumur 6 bulan. Dalam acara adat gunting bulu, rambut anak tidak digundul atau dicukur hingga botak, melainkan digunting secara simbolik saja. Di rambut anak yang akan digunting, telah diikat untaian – untaian buah bulu yang terbuat dari emas, sekarang lebih banyak menggunakan perak dan kuningan. Buah bulu berbentuk daun yang terbuat dari perak dan kuningan tersebut dirangkai dengan sehelai benang, kata Papen Sena masyarakat Utan yang sering membuat buah bulu. Tiap rangkaian berisi tiga buah bulu, di ujung benang buah bulu tersebut, diberikan malam atau lilin yang akan digunakan untuk melengketkan buah bulu pada rambut si bayi. Tradisi ini merupakan sebagian kecil dari kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dahulu secara simbolik saja. 


Acara gunting bulu dilaksanakan oleh pemangku adat dan tokoh – tokoh masyarakat yang diteladani. Gunting bulu dilaksanakan dalam posisi berdiri. Semua undangan berdiri berjejer menyambut kedatangan si bayi. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada si bayi dengan harapan agar kelak si bayi berguna bagi orang lain. Dalam gendongan sang ayah atau sang ibu, bayi dibawa menuju tetua atau pemangku adat yang akan menggunting rambutnya untuk pertama kali serta diikuti oleh satu orang di belakangnya dengan membawa lilin yang diletakkan di atas kelapa tua. Kemudian disertai doa-doa akan harapan baik bagi si bayi, rambut yang digunting adalah rambut yang telah dipasang buah bulu kemudian disisakan 2 helai rambut.
Sisa guntingan rambut tersebut kemudian di masukkan ke dalam sebuah kelapa muda yang berukuran kecil dan berwarna kuning yang disebut nyir gading berisi air dan bunga-bunga yang dikenal dengan kembang setaman. Dari simbol kembang setaman ini diharapkan anak tersebut kelak akan menjadi anak yang mandiri, memiliki pikiran yang jernih dan bermanfaat bagi orang.
Setelah berakhirnya acara gunting bulu ini, kemudian dilanjutkan dengan acara turin tanak sebagai simbul bahwa si bayi sudah harus bersatu dengan alamnya. Sebelumnya tanah disiapkan dalam tepi (wadah untuk membersihkan beras yang terbuat dari bambu), kemudian kaki si bayi akan disentuhkan pada tanah tersebut.saat berada di tanah tersebut, sebuah jarring nelayan ramang dalam istilah samawa, akan dilemparkan pada si bayi yang didampingi oleh kedua orang tuanya dan ditambah lagi dengan beberapa keluarga. Maka yang akan kena jaring tersebut adalah si bayi dan orang yang menemani si bayi tersebut. Ini merupakan simbul si anak dan keluarganya diterima dalam lingkungan dan masyarakat sosialnya. Selain itu, maka jaring ini juga adalah untuk menjaring penyakit agar si anak terhindar dari sakit yang berbahaya.