TRADISI GUNTING BULU MASYARAKAT KECAMATAN UTAN
SUMBAWA NTB
Jum’at, 29 Desember 2017
Gunting bulu merupakan salah satu
tradisi dalam masyarakat Samawa yang masih dilakukan hingga saat ini. Acara ini
umumnya digabung dalam satu kesempatan bersamaan dengan aqiqah dan pemberian
nama, saat usia bayi berumur 6 bulan. Dalam acara adat gunting bulu, rambut
anak tidak digundul atau dicukur hingga botak, melainkan digunting secara
simbolik saja. Di rambut anak yang akan digunting, telah diikat untaian –
untaian buah bulu yang terbuat dari emas, sekarang lebih banyak menggunakan
perak dan kuningan. Buah bulu berbentuk daun yang terbuat dari perak dan
kuningan tersebut dirangkai dengan sehelai benang, kata Papen Sena masyarakat
Utan yang sering membuat buah bulu. Tiap rangkaian berisi tiga buah bulu, di
ujung benang buah bulu tersebut, diberikan malam atau lilin yang akan digunakan
untuk melengketkan buah bulu pada rambut si bayi. Tradisi ini merupakan
sebagian kecil dari kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dahulu secara
simbolik saja.
Acara gunting bulu dilaksanakan
oleh pemangku adat dan tokoh – tokoh masyarakat yang diteladani. Gunting bulu
dilaksanakan dalam posisi berdiri. Semua undangan berdiri berjejer menyambut kedatangan
si bayi. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada si bayi dengan harapan agar
kelak si bayi berguna bagi orang lain. Dalam gendongan sang ayah atau sang ibu,
bayi dibawa menuju tetua atau pemangku adat yang akan menggunting rambutnya
untuk pertama kali serta diikuti oleh satu orang di belakangnya dengan membawa
lilin yang diletakkan di atas kelapa tua. Kemudian disertai doa-doa akan
harapan baik bagi si bayi, rambut yang digunting adalah rambut yang telah
dipasang buah bulu kemudian disisakan 2 helai rambut.
Sisa guntingan rambut tersebut
kemudian di masukkan ke dalam sebuah kelapa muda yang berukuran kecil dan
berwarna kuning yang disebut nyir gading berisi air dan bunga-bunga yang
dikenal dengan kembang setaman. Dari simbol kembang setaman ini diharapkan anak
tersebut kelak akan menjadi anak yang mandiri, memiliki pikiran yang jernih dan
bermanfaat bagi orang.
Setelah berakhirnya acara gunting
bulu ini, kemudian dilanjutkan dengan acara turin tanak sebagai simbul bahwa si
bayi sudah harus bersatu dengan alamnya. Sebelumnya tanah disiapkan dalam tepi
(wadah untuk membersihkan beras yang terbuat dari bambu), kemudian kaki si bayi
akan disentuhkan pada tanah tersebut.saat berada di tanah tersebut, sebuah
jarring nelayan ramang dalam istilah samawa, akan dilemparkan pada si bayi yang
didampingi oleh kedua orang tuanya dan ditambah lagi dengan beberapa keluarga.
Maka yang akan kena jaring tersebut adalah si bayi dan orang yang menemani si
bayi tersebut. Ini merupakan simbul si anak dan keluarganya diterima dalam
lingkungan dan masyarakat sosialnya. Selain itu, maka jaring ini juga adalah
untuk menjaring penyakit agar si anak terhindar dari sakit yang berbahaya.
Di Bima juga ada tradisi seperti ini. Mirip2nya sih tapi ada keunikan dan kekhasannya masing2
BalasHapusOh ea??
HapusPostingan seperti ini memberitahu kita kebudayaan yg sebelumnya tidak kita tau
BalasHapusTerima kasih semoga bermanfaat 😊
HapusUnik ternyata😊
BalasHapusIya dong😊
HapusIya dong😊
HapusSangat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai tradisi daerah di Sumbawa, terutama bagi kami yg memang bukan berasal dari Sumbawa.
BalasHapusTerima kasih😊
HapusTerima kasih😊
HapusWih.. Ternyata adat sumbawa keren juga..
BalasHapusSangat menambah wawasan saya, ternyata budaya potong bulu di sumbawa hampir mirip dengan adat orang hindu yang nama adatnya ngurisan. Ditunggu postingan yang selanjutnya ya 😊
BalasHapusMirip mirip dengan tradisi bima
BalasHapusWoooow i love sumbawa😘
BalasHapusWoooow i love sumbawa😘
BalasHapusBeda daerah, beda penyebutan, tapi memiliki 1 arti
BalasHapus