Senin, 25 Desember 2017

TRADISI GUNTING BULU MASYARAKAT KECAMATAN UTAN SUMBAWA NTB

TRADISI GUNTING BULU MASYARAKAT KECAMATAN UTAN SUMBAWA NTB
Jum’at, 29 Desember 2017

Gunting bulu merupakan salah satu tradisi dalam masyarakat Samawa yang masih dilakukan hingga saat ini. Acara ini umumnya digabung dalam satu kesempatan bersamaan dengan aqiqah dan pemberian nama, saat usia bayi berumur 6 bulan. Dalam acara adat gunting bulu, rambut anak tidak digundul atau dicukur hingga botak, melainkan digunting secara simbolik saja. Di rambut anak yang akan digunting, telah diikat untaian – untaian buah bulu yang terbuat dari emas, sekarang lebih banyak menggunakan perak dan kuningan. Buah bulu berbentuk daun yang terbuat dari perak dan kuningan tersebut dirangkai dengan sehelai benang, kata Papen Sena masyarakat Utan yang sering membuat buah bulu. Tiap rangkaian berisi tiga buah bulu, di ujung benang buah bulu tersebut, diberikan malam atau lilin yang akan digunakan untuk melengketkan buah bulu pada rambut si bayi. Tradisi ini merupakan sebagian kecil dari kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dahulu secara simbolik saja. 


Acara gunting bulu dilaksanakan oleh pemangku adat dan tokoh – tokoh masyarakat yang diteladani. Gunting bulu dilaksanakan dalam posisi berdiri. Semua undangan berdiri berjejer menyambut kedatangan si bayi. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada si bayi dengan harapan agar kelak si bayi berguna bagi orang lain. Dalam gendongan sang ayah atau sang ibu, bayi dibawa menuju tetua atau pemangku adat yang akan menggunting rambutnya untuk pertama kali serta diikuti oleh satu orang di belakangnya dengan membawa lilin yang diletakkan di atas kelapa tua. Kemudian disertai doa-doa akan harapan baik bagi si bayi, rambut yang digunting adalah rambut yang telah dipasang buah bulu kemudian disisakan 2 helai rambut.
Sisa guntingan rambut tersebut kemudian di masukkan ke dalam sebuah kelapa muda yang berukuran kecil dan berwarna kuning yang disebut nyir gading berisi air dan bunga-bunga yang dikenal dengan kembang setaman. Dari simbol kembang setaman ini diharapkan anak tersebut kelak akan menjadi anak yang mandiri, memiliki pikiran yang jernih dan bermanfaat bagi orang.
Setelah berakhirnya acara gunting bulu ini, kemudian dilanjutkan dengan acara turin tanak sebagai simbul bahwa si bayi sudah harus bersatu dengan alamnya. Sebelumnya tanah disiapkan dalam tepi (wadah untuk membersihkan beras yang terbuat dari bambu), kemudian kaki si bayi akan disentuhkan pada tanah tersebut.saat berada di tanah tersebut, sebuah jarring nelayan ramang dalam istilah samawa, akan dilemparkan pada si bayi yang didampingi oleh kedua orang tuanya dan ditambah lagi dengan beberapa keluarga. Maka yang akan kena jaring tersebut adalah si bayi dan orang yang menemani si bayi tersebut. Ini merupakan simbul si anak dan keluarganya diterima dalam lingkungan dan masyarakat sosialnya. Selain itu, maka jaring ini juga adalah untuk menjaring penyakit agar si anak terhindar dari sakit yang berbahaya.             
 

16 komentar:

  1. Di Bima juga ada tradisi seperti ini. Mirip2nya sih tapi ada keunikan dan kekhasannya masing2

    BalasHapus
  2. Postingan seperti ini memberitahu kita kebudayaan yg sebelumnya tidak kita tau

    BalasHapus
  3. Sangat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai tradisi daerah di Sumbawa, terutama bagi kami yg memang bukan berasal dari Sumbawa.

    BalasHapus
  4. Wih.. Ternyata adat sumbawa keren juga..

    BalasHapus
  5. Sangat menambah wawasan saya, ternyata budaya potong bulu di sumbawa hampir mirip dengan adat orang hindu yang nama adatnya ngurisan. Ditunggu postingan yang selanjutnya ya 😊

    BalasHapus
  6. Mirip mirip dengan tradisi bima

    BalasHapus
  7. Beda daerah, beda penyebutan, tapi memiliki 1 arti

    BalasHapus